Thursday, June 23, 2011

Ayo Tipu Otak Kita!

Tanpa banyak cingcong lagi, coba perhatikan gambar di bawah ini:



Apa yang anda lihat? Ya, sebuah gambar dengan latar belakang berwarna abu-abu, dikelilingi bulatan berwarna pink yg mati secara bergantian satu per satu searah jarum jam.

Coba pusatkan mata anda di tanda + di tengah gambar.. Anda bakal ngeliat buletan pink yg mati tadi digantikan oleh bulatan ijo, padahal aslinya ga ada tuh buletan ijo yg muter kalo mata kita ga dipusatkan ke tanda +

Sekarang coba benar-benar pusatkan konsentrasi anda di tanda + .. Benar-benar pusatkan konsentasi anda, jangan perhatikan hal lain selain tanda + .. Apa yang terjadi?

Buletan pink menghilang!


Ya, buletan pink menghilang dan hanya menyisakan buletan ijo berputar mengelilingi tanda + .. Tapi sebentar aja konsentrasi agan buyar, buletan pink bakal balik lagi

Kalo anda berhasil, anda berarti udah sukses menipu otak anda dalam menginterpretasikan warna. Sekarang bilang ke otak anda: Kena deh!
Read More

Thursday, May 12, 2011

Sejarah nama INDONESIA

Sebelum kedatangan bangsa Eropa
PADA zaman purba kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama.

Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai *Nan-hai* (Kepulauan Laut Selatan).Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini *Dwipantara* Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta *dwipa* (pulau) dan *antara* (luar, seberang).

Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke *Suwarnadwipa* (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita *Jaza’ir al-Jawi* (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah *benzoe*, berasal dari bahasa Arab *luban jawi*(kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon *Styrax sumatrana* yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra .

Sampai hari ini jemaah **** kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. “Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi , Sunda, semuanya Jawa)” kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.


Masa kedatangan Bangsa Eropa
Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia . Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab , Persia , India , dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air kita memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (*Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien*) atau “Hindia Timur” *(Oost
Indie, East Indies , Indes Orientales)* . Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (*Maleische Archipel, Malay Archipelago , l’Archipel Malais*).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah *Nederlandsch- Indie* (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah *To-Indo* (Hindia Timur).



Berbagai Usulan Nama
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde*, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin *insula* berarti pulau).

Eduard Douwes Dekker

Tetapi rupanya nama *Insulinde* ini kurang populer. Bagi orang Bandung , *Insulinde* mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “ India ”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya.

Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 Lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari *Jawadwipa*( Pulau Jawa).

Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, *”Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” *(Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis.

Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern.

Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda. Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia . Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.



Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, *Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia * (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865),menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

James Richardson Logan

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel *On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations*. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (*a distinctive name*), sebab nama Hindia Tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: *Indunesia*atau *Malayunesia* (*nesos* dalam bahasa Yunani berarti Pulau).

Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: *… the inhabitants of the Indian Archipelago or malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.*

Earl sendiri menyatakan memilih nama *Malayunesia* (Kepulauan Melayu) daripada *Indunesia* (Kepulauan Hindia), sebab *Malayunesia* sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan *Indunesia* bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah *Malayunesia* dan tidak memakai istilah *Indunesia*. Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel *The Ethnology of the Indian Archipelago. * Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanahair kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan.

Logan memungut nama *Indunesia* yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan : *Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia , which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. * Ketika mengusulkan nama “ Indonesia ” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “ Indonesia ” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku *Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel* sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880.

Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam *Encyclopedie van Nederlandsch-Indie*tahun 1918.
Padahal Bastian mengambil istilah “ Indonesia ” itu dari tulisan-tulisan Logan. Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “ Indonesia ” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama *Indonesische Pers-bureau. *



Masa Kebangkitan Nasional
Makna politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama “ Indonesia ” yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama “ Indonesia ” akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa *Handels Hoogeschool* (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam , organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama *Indische Vereeniging* ) berubah nama menjadi *Indonesische Vereeniging* atau Perhimpoenan Indonesia . Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (*de toekomstige vrije Indonesische staat*) mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli.

Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (*een politiek doel*), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (*Indonesier*) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya. “ Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan *Indonesische Studie Club*pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 *Jong Islamieten Bond* membentuk kepanduan *Nationaal Indonesische Padvinderij* (Natipij).

Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “ Indonesia ”. Akhirnya nama “ Indonesia ” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda. Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota *Volksraad* (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardji Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch- Indie”.

Kongres Pemuda


Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah. Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama “Hindia Belanda” untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.


Sumber
.
Read More

Wednesday, April 20, 2011

How to find the IP address of the email sender in Gmail, Yahoo mail, Hotmail, AOL, Outlook Express, etc.

Read More

Tuesday, April 12, 2011

Change the time sync interval in Windows 7, Vista and XP

How to change the time sync interval in Windows 7, Vista and XP. 

By default, windows will sync with an internet time server every 7 days or 168 hours. This can be modified by changing the following entry in the registry.
  1. Open Registry Editor by clicking start and in the search box type regedit and press enter.(XP users click start then run and type regedit
  2. In the left pane, navigate to the following: KEY_LOCAL_MACHINE\SYSTEM\CurrentControlSet\Services\W32Time\TimeProviders\NtpClient
  3. In the right pane, right click ‘SpecialPollInterval’ and select ‘Modify’ (see below)
  4. Before entering your time in seconds, click ‘Decimal’ then go ahead and change the value
    in seconds. (see image below) I would not recommend going below one hour. Your PC
    clock can’t be that bad! Some examples are:
    1800 = 30 minutes 
    3600 = 1 hour
    14400 = 4 hours
    43200 = 12 hours
    86400 = 24 hours
  5. Click ‘OK’ then close Registry Editor. Now to check its working, click the clock in the taskbar and select ‘Change time and date settings’, then the ‘Internet Time’ tab. Make sure the checkbox is selected ‘Synchronize with an Internet time server’ then click ‘Update Now
  6. You should see the message ‘The clock was successfully synchronized with [your selected server] at [current time]’ (see below)
  7. Press ‘OK’ and you should see in the ‘Date and Time’ window that it has just been synchronized and that the next synchronization is in one hour from now (if you set to 3600 seconds) or whatever you set.


.
Read More

Monday, March 21, 2011

5 Free Tools To Customize & Tweak Windows 7 Installation Setup

Read More

Thursday, March 3, 2011

Installing Arcview 3.3 in Windows XP/7 64 bit


Perangkat lunak ArcView sudah tidak dikembangkan lagi oleh ESRI dan untuk selanjutnya digantikan oleh ArcGIS sebagai penerusnya. Namun masih banyak praktisi Sistem Informasi Geografis yang masih menggunakan ArcView , salah satuny adalah ArcView 3.3, sebagai perangkat lunak utama dalam pekerjaan spasialnya. Kendala muncul seiring dengan perkembangan sistem operasi Windows yang telah sampai pada Windows 7. Banyak orang mulai beralih menggunakan Windows 7 sebagai sistem operasi utama pada perangkat komputernya.

Kendala muncul ketika banyak praktisi SIG yang berusaha melakukan instalasi ArcView 3.3 ada Windows 7. Proses instalasi ArcView GIS 3.3 terkadang berhasil diinstal namun tidak dapat dijalankan atau bahkan proses instalasi tidak dapat berjalan sama sekali. Hal ini mungkin disebabkan tidak sesuainya program Arcview 3.3 dengan Windows 7. Namun permasalahan tersebut bukanlah tanpa pemecahan sama sekali. Kita tetap dapat melakukaninstalasi ArcView GIS 3.3 pada Windows 7 dengan langkah-langkah yang akan diuraikan dibawah ini.

Berikut ini adalah langkah instalasi perangkat lunak ArcView 3.3 pada sistem operasi Windows 7 :
  1. Lakukan instalasi ArcView GIS 3.3 di komputer lain yang menggunakan sistem operasi Windows XP.

  2. Instal Patch ArcView GIS untuk Windows XP, yang diperlukan untuk fix identify pada program ArcView.

  3. Instal semua Extensi ArcView yang biasa anda pakai (misal : Image Analyst, 3D Analyst, Edit Tools, Network Analyst, dan lain sebagainya).

  4. Copy folder ESRI pada komputer dengan Windows XP (yang secara default terletak di C:\ESRI) ke komputer yang menggunakan sistem operasi Windows Vista atau Windows 7, samakan direktorinya dengan yang di komputer dengan Windows XP (yang secara default berada di C:\ESRI).

  5. Copy juga folder ESRI pada direktori C:\Program Files\Common Files\ESRI pada komputer Windows XP ke direktori yang sama pada komputer Windows Vista atau Windows 7.

  6. Buka perintah Run pada komputer dengan Windows XP dan jalankan regedit (Start > Run > regedit > Enter).

  7. Masuk ke HKEY_LOCAL_MACHINE > SOFTWARE > ESRI.

  8. Simpan menjadi file baru Registry ESRI (Klik kanan folder ESRI > Export > Save).

  9. Copykan file Registry ESRI yang tadi pada komputer dengan Windows Vista atau Windows 7.

  10. Daftarkan Registry ArcView tersebut dengan melakukan klik 2x filenya.

  11. Buka Folder Fonts di komputer Windows XP (Start > Control Panel > Fonts).

  12. Copy semua fonts yang ada tulisan asri (esri_1.ttf, esri_2.ttf, dll) ke komputer Windows Vista atau Windows 7.

  13. Blok semua font, klik kanan dan pilih instal.

  14. Selesai, selamat menggunakan ArcView GIS di Windows Vista atau 7.



Sumber
Read More

Tuesday, March 1, 2011

McAfee Resmi Milik Intel

Intel Corp. akhirnya merampungkan proses akuisisi perusahaan keamanan komputer McAfee yang dibelinya senilai USD 7,68 miliar. Lalu bagaimana nasib McAfee selanjutnya?

Kini, McAfee memang sudah secara resmi berada di bawah kekuasaan Intel. Namun produsen chip raksasa tersebut menegaskan bahwa tak ada perubahan berarti dalam aktivitas bisnis McAfee.

Perusahaan yang terkenal dengan produk antivirusnya tersebut dikatakan bakal tetap menjual produk dan layanan keamanan di bawah brand 'McAfee'.

Intel sendiri pertama kali mengumumkan bakal mencaplok McAfee pada Agustus 2010. Kini, transaksi bisnis yang cukup besar tersebut membuat Intel semakin perkasa di jagad TI dunia.

Sebab, dikutip dari AFP, Selasa (1/3/2011), Intel saat ini sudah menguasai hampir 80 persen pasar prosesor komputer dunia. Nah, setelah McAfee bergabung pastinya kekuatan Intel akan lebih besar lagi.

"Intel telah menambahkan urusan keamanan dalam pilar ketiga yang paling diinginkan pengguna dalam mengakomodir kebutuhan mereka terhadap komputer dan perangkat yang terkoneksi lainnya," ujar Renee James, Senior Vice President Intel.

"Ada miliaran perangkat yang perlu dilindungi. Pasar keamanan internet yang tertanam dalam perangkat sangatlah spesifik dan merupakan kesempatan pasar yang menjanjikan bagi kami," imbuhnya.

Sumber: DetikNET
Read More